Pembangunan Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara membuka kesempatan bagi para desainer grafis negeri untuk terlibat dalam perancangan identitas visualnya. Lewat undangan open call dari Asosiasi Desain Grafis Indonesia (ADGI), sebanyak 500 desainer ikut berpartisipasi di dalamnya. Lima di antaranya lolos tahap seleksi yang akhirnya dipilih langsung oleh Presiden Joko Widodo. Menjadi salah satu yang lolos seleksi, kami yakin bahwa kesempatan ini bisa menjadi cara kami berpartisipasi dalam penandaan zaman. Identitas yang diamati, dirasakan, dan dipilih langsung oleh semua lapisan masyarakat Indonesia ini membawa kami ke dalam perjalanan menuju penelitian dan pemaknaan kembali akan nilai-nilai Nusantara, rumpun akar yang mendasari cita-cita bangsa dalam mencapai kemerdekaan dan kemakmuran.
Brand Diagnosis & Insights
Identity Concept
Visual Identity Design & System
Motion Graphic
Sonic/Music Direction
Aulia Akbar, Design Lead
Bayurengga Mauludy, Strategy
Rika Fitriani, Researcher
Mochamad Fakhri A., Researcher
Izhar Fathurrohim Wijaya, Type Design
Kholis Dzikrilah, Graphic Designer
Asrul Adam Pasai, Graphic Designer
Sasha Yuliana, Graphic Designer
Bramantyo Yudha P., Graphic Designer
Luky Wiranda, Motion Graphic Designer
Alka Maula, Copywriter
Dwi Kartika Yuddhaswara, Voice Over
Bootlesmoker/Narumi, Sonic
Proses riset yang kami lakukan pun mengedepankan keberagaman perspektif yang merupakan cerminan nilai kemajemukan dan pluralisme dalam kebudayaan. Tantangan yang kami hadapi adalah bagaimana mendapatkan saripati yang optimal di waktu yang singkat. Untuk itu, kami harus mempertanyakan hal-hal khusus pada entitas yang tepat. Diskusi dan pembedahan konteks kami lakukan bersama peneliti, akademisi, penggiat seni, sejarawan, dan lain-lain. Berbagai gagasan dari pemaknaan masa lalu, pola masa kini hingga pengharapan masa depan kami kembangkan secara komprehensif, didasari keinginan untuk melihat kejayaan peradaban Indonesia.
Nusantara merupakan istilah yang lama mengakar, yang hari ini dibangkitkan guna merangkai masa depan. Oleh karena itu perspektif riset yang kami lakukan terbagi menjadi 3 pandangan, yakni pandangan dari masa lalu (Hindsight), masa kini (Insight) dan spekulasi masa depan (Foresight). Dari 3 koridor penelusuran ini lah kami menelusuri kembali makna Nusantara bagi peradaban baru Indonesia dalam terciptanya Ibu Kota Negara Nusantara.
Ia (Nusantara) adalah ruang yang menguatkan relasi warga Indonesia di berbagai titik penjuru. Ia pun jadi ruang yang menghubungkan berbagai aspirasi baik dari masa lalu dan masa kini, sehingga arah masa depan bisa dengan tepat ditentukan.
Nusantara adalah keterhubungan aspirasi masa lalu, masa kini dan masa depan.
- Kurator ADGI dalam Koridor Kuratorial Perancangan IKN Nusantara
Dengan memahami perancangan Ibu Kota Negara Nusantara yang digagas oleh arsitek Sibarani Sofian (Co-Founder Urban+, Pemenang sayembara Ibu Kota Baru) "Nagara Rimba Nusa", kami banyak menemukan falsafah, pendekatan dan pemahaman mengenai betapa pentingnya desain spasial bagi penataan berkehidupan nanti di Ibu Kota Negara Nusantara. Salah satunya adalah representasi Kosmologi Nusantara (Alam, Manusia dan Nilai Luhur) dalam Sumbu Kebangsaan yang diambil dari cerminan identitas bangsa, keberlanjutan ekonomi sosial dan budaya, serta inspirasi etos teknologi modern yang dapat membantu kehidupan manusia.
Dari sana lah kami menelusuri bagaimana kecerdasan ekologis ini memang sejatinya dapat menampilkan kekuatan budaya rancang di Indonesia—sebuah ilmu yang didapat dari masa lalu, relevan dalam konteks hari ini juga untuk masa depan peradaban.
Simak penjelasan konsep Nagara Rimba Nusa oleh Urban+ di sini.
Kecerdasan ekologis yang disebut di sini mengacu pada daya manusia Nusantara dalam rancang bangun yang merespon dan mengakui kekuatan alam dan memposisikan dirinya (manusia) sebagai mitra alam semesta. Beberapa contoh konkrit dari budaya rancang bangun Nusantara yang merefleksikan kecerdasan tersebut adalah rumah Omo Sebua & Omo Hada di Nias Selatan, Joglo di Jawa, Rumah Woloan di Minahasa, serta Rumah Baghi di Sumatra Selatan. Mereka dirancang untuk merespon gempa. Hal ini tercermin dari ragam material fondasinya, bentuk atap, tiang-tiang sampai detail kuncian strukturnya.
Salah satu insight yang kami temukan adalah bagaimana cara mengekspos pengalaman spasial dari pandangan (Alm) Jaya Ibrahim, bahwa kecerdasan ekologi dapat terlihat dalam 2 hal, yakni Pengalaman Budaya (sejarah, humanities, interior arsitektur & ornamental craft), juga Pengalaman Alam (udara, air, cahaya, warna, tetumbuhan, material & biomimetics).
Kami akhirnya sadar akan kecerdasan ekologi yang dimiliki di Nusantara, dimana manusia Nusantara telah memoroskan berbagai pemikirannya pada alam lewat implementasi berkehidupan. Hal ini menjadi landasan berpikir kami bahwa elemen utama alam, baik yang asli maupun hasil olah tangan manusia, menjadi unsur penting yang perlu dimanifestasikan dalam bentuk identitas visual Ibu Kota Negara Nusantara.
Menilik dari narasi terbentuknya Ibu Kota Negara Nusantara dalam poin mengenai kesejahteraan bersama, IKN Nusantara berintensi untuk menjadi kampung halaman sekaligus kota dunia. Nusantara adalah sebuah ide sekaligus ruang fisik milik bersama, tempat untuk pulang bagi seluruh warga Indonesia. Dari premis tersebut kami menelusuri bagaimana sebuah identitas visual dirancang berdasarkan hasil sintesa dari kata 'Kebersamaan' serta gagasan 'Pengkaryaan Dalam Memandang Tradisionalitas' milik Adhi Nugraha yang telah diinterpretasi dan diambil dari bukunya, Transforming Traditions.
Visualisasi mengenai kebersamaan seperti apa yang dibutuhkan? Apa yang penting untuk diwujudkan dalam identitas visual IKN Nusantara? Seperti apa metode pendekatannya?
Transformasi menjadi cara pandang yang kami pilih sebagai upaya untuk menyeimbangkan pandangan masa lalu, kini, dan nanti. Pandangan ini dipakai untuk mewujudkan "kekuatan visual" ke dalam narasi bahwa Nusantara merupakan kekuatan peradaban baru yang dihasilkan lewat kejayaan masa lalu. Manifesto Nusantara adalah menyatukan maskulinitas & feminitas, menggabungkan kekuatan ilmu masa lalu dan proyeksi masa depan sehingga mampu menciptakan narasi Rumah Bersama yang mengayomi dengan rata, adil, dan memiliki morfologi yang jujur.
Transformasi perahu ke rumah, wujud iterasi desain dari zaman ke zaman yang cerdas bagi Rumah Bersama.
Dalam sebuah kajian antropologi arsitektur, Roxana Waterson melihat ragam atap pelana rumah adat sebagai imitasi yang berdasar dari bentuk perahu-perahu yang ditumpangi nenek moyang di Nusantara. Contoh ini merupakan hasil konkrit dari daya transformasi yang telah berlangsung lama di masyarakat Indonesia.
Roxana Waterson - The Living House, An Anthropology of Architecture in South-East Asia, Oxford University Press (1990).
Kitab Sutasoma © Museum Nasional Indonesia
Kami berbincang bersama Aditya Bayu (Dosen Desain Interior, Arsitektur Nusantara Universitas Telkom, perancang Noto Sans Javanese & Balinese di Google Fonts), Maharani Budi (Dosen Advertising Universitas Telkom) dan Louie Buana (Institute for History, Leiden University) mengenai pandangan masa lalu Nusantara dalam perspektif sejarah dan naskah kuno. Diskusi kemudian dilanjutkan untuk mengidentifikasi perancangan type untuk IKN Nusantara. Di tahap ini kami berdiskusi dengan Iqbal Firdaus (Tegamitype), Aditya Wiraatmaja (Idle Practice) dan Akbar Rohmanto (Kiwari Kolektiv) terkait relevansi bentuk tipografi di hari ini dan masa depan, juga penerapannya dalam bentuk modern.
Indonesia merupakan gugusan kepulauan yang melimpah dengan tanah dan buminya merupakan sesuatu yang hidup dan akan terus berevolusi secara geologis. Data Departemen Dalam Negeri Republik Indonesia tahun 2004 memberikan fakta bahwa terdapat 17.504 pulau dimana sebanyak 7.870 di antaranya telah mempunyai nama, sedangkan 9.634 belum memiliki nama.
Dari jumlah pulau tersebut, Kemendikbud (2018) mengatakan bahwa setidaknya Indonesia memiliki 652 bahasa daerah yang telah dipetakan dan diverifikasi di 2.452 daerah. Namun pemetaan ini belum mencakup Nusa Tenggara Timur, Maluku, Maluku Utara, Papua dan Papua Barat (Dadang Sunendar, 2018). Dari data ini kami melihat keragaman bahasa merupakan keindahan budaya yang perlu dipertahankan bahkan sebaiknya bisa diperbaharui lewat transformasi. Salah satu upayanya bisa jadi lewat ilmu desain, terutama disiplin tipografi yang sejatinya merupakan ilmu huruf dan unit penting dalam pembentuk kebudayaan: Bahasa.
Nama adalah bagian tak terpisahkan dari bahasa dan kemampuan kita untuk berkomunikasi dan berhubungan dengan dunia. Nama-nama hidup lintas generasi, bahkan jejak eksikal keberadaan kita saat meninggal pun ada, mulai dari akta lahir sampai batu nisan turut melafalkan nama kita. Nama tempat misalnya, bisa sangat bertahan menempuh perjalanan selama berabad-abad. Ketika berpapasan dengan nama, kita, tanpa menyadarinya, melihat ke masa lalu, ke waktu pembentukan nama tersebut. Dengan mempelajari aksara, sekiranya kita dapat menyadari ulang betapa luasnya kekayaan budaya yang dimiliki untuk mensyukuri dan merayakan ekspresi budaya di tengah-tengah keseragaman budaya global masa kini.
IKN Nusantara membuka kesempatan untuk memaknai kembali peran penting bahasa dan tipografi bagi Indonesia. Penamaan yang relevan terhadap budaya yang dirujuk, terutama penamaan tempat dan dialek, memiliki peranan besar sebagai modal kultural yang dapat dikembangkan. Set tipografi perlu dirancang agar dapat mengakomodir kebutuhan translasi untuk kerja budaya dalam sastra. Hal ini kemudian menjadi urgensi dalam menciptakan penghargaan terhadap identitas sendiri (lokalitas) dan statusnya sebagai budaya di mata Internasional yang berhubungan dengan keberagaman, sehingga perlu diakomodir di peradaban baru Indonesia, Nusantara.
Salah satu contoh fitur diakritik yang perlu muncul sebagai identitas berbahasa dalam bahasa Aceh dan Sunda (Wikipedia Commons).
Diakritik lokal telah banyak dihilangkan karena dianggap sulit dalam simplifikasi bahasa baik dalam EYD maupun PUEBI. Meski demikian, keberadaan diakritik bukan berarti tidak sebaiknya dijaga. Hal ini kami refleksikan setelah melihat semangat persatuan pada saat pergerakan sumpah pemuda. Jika peradaban baru harus disambut baik, maka kemerdekaan dalam ekspresi budaya juga perlu diupayakan.
Bentuk dalam tipografi menafsirkan “suara” atau intonasi; kesan dan impresi. Dengan mengetahui proses craftmenship dalam Prasasti Yupa (Kutai, Kalimantan) serta banyaknya aksara yang direkam dalam lontar di Indonesia, karakteristik bentuk perlu dikaji dan dimanifestasikan dalam bentuk tipografi IKN Nusantara yang relevan dengan tetap melihat dari kebaikan masa lalu untuk masa depan Indonesia.
Working with Indonesian Scripts, Aditya Bayu
Aksara merupakan medium ekspresi bahasa yang dapat muncul sesuai dengan intensi rancangnya. Tak jarang, aksara memiliki gayanya masing-masing yang terinspirasi dari ragam interaksi budaya.
Salah satu investigasi tipografi yang dapat dilakukan untuk menelaah ekspresi ini adalah melalui material context, dimana kita dapat dengan seksama membayangkan cara dan metode yang dilakukan saat rancangan tersebut dibuat. Dengan temuan tersebut kita dapat memahami bahwa ekspresi gaya atau sylistic pada aksara dalam Pallawa pun memiliki karakteristik dan keindahannya tersendiri.
Dari segala temuan dan diskusi di atas, kami menyadari betapa pentingnya kekuatan bahasa sebagai alat pemersatu bangsa. Ekspresi dalam bahasa serta bentuknya yang relevan seperti yang ditemukan lewat material context dan preservasi diakritik, rasanya perlu dijadikan elemen vital dalam perancangan identitas visual Ibu Kota Negara Nusantara. Hal ini pun bisa dijadikan manifestasi IKN Nusantara sebagai pemersatu kemajemukan Indonesia.
Istilah Kelana yang digunakan merujuk pada kemampuan peradaban maritim yang memiliki semangat eksplorasi tiada henti. Dalam cerminan identitas visual IKN Nusantara, nilai Daya Kelana tak hanya mencerminkan daya rancangnya yang berefleksi dari kecerdasan ekologis, namun sekaligus menjadi pengingat bahwa bangsa ini memiliki kejayaan maritim yang merupakan nadi penghubung dalam peradaban baru. Kapal atau perahu cerminan jati diri yang sejak lama terkubur perlu dibangkitkan lagi demi terciptanya kesejahteraan yang merata.
Kelana merupakan sebuah proses perenungan dengan cara berpindah tempat. Apabila seorang filsuf sering kali menemukan gagasan lewat proses self-exile, manusia Nusantara mungkin mengalaminya lewat berlayar—berkelana. Dalam proses ini banyak terjadi monolog, refleksi realitas dan harapan, serta memungkinkan banyaknya pertukaran budaya (baik material atau immaterial) lewat interaksi yang terjadi.
Dokumentasi Horst Hebertus Liebner, Presentation at the Sarasehan Series, #125, Embassy of Indonesia to Germany, 2021, Independent Academia Edu.
Penelusuran yang kami lakukan mengantarkan kami untuk mengenali, merekognisi kekuatan dan semangat budaya, serta memahami intensi tiap rancangan yang dihasilkan sebuah budaya. Kecerdasan ekologi, etos berkehidupan dalam rumah bersama, hingga semangat daya kelana membuahkan temuan-temuan yang mewakili kebaikan dan kebijaksanaan masa lalu, aspirasi masa kini dan proyeksi peradaban baru Indonesia. Hal ini kemudian menjadi landasan perancangan konsep identitas visual yang punya intensi seimbang, harmonisasi kekuatan feminim dan maskulin, agraria dan maritim.
“Singkapan-singkapan Kalimantan ini, mulai dari 1944 sampai penyingkapan/dating 4000 tahun ini yang menjadi gambar figuratif tertua di dunia, sangatlah penting. Temuan ini mengubah sejarah dunia, bukan hanya Indonesia saja, tapi sejarah peradaban dunia, sejarah kreativitas manusia.” Studium Generale, (Alm) Dr. Pindi Setiawan, M.Si
Berbagai temuan dan pemahaman di atas semakin menguatkan narasi mengenai kekuatan maritim Nusantara juga Daya Kelana-nya. Nenek moyang dan para pelayar telah menghargai dan mengakui kekuatan yang diberikan alam, yang memungkinkannya berkelana dengan rakitan kompleks dan cerdas berbahan kayu—bersumber dari Pohon.
Pohon sebagai material utama dalam perancangan perahu, nyatanya telah menjadi sebuah figur dan simbol universal dalam paham berkehidupan di Nusantara, baik spiritual maupun praktikal. Konsepsi kosmologis (cara pandang ruang & waktu, pemikiran asal-muasal kesemestaan) ini dapat dijumpai dari ujung barat sampai timur Indonesia. Hal ini sesuai narasi pemersatu bangsa yang dihimpun dalam ideologi bangsa "Bhinneka Tunggal Ika", berbeda-beda namun tetap satu, serta "Tan Hana Dharma Mangrwa", tiada kebenaran yang mendua. Dari sini akhirnya kami menjadikan Pohon Hayat di Nusantara sebagai inspirasi utama sekaligus doa bagi Ibu Kota Negara Nusantara agar kelak manifestasi pemersatu kemajemukan dapat diamini seluruh rakyat Indonesia.
Temuan konsepsi kosmologi Pohon Hayat di Indonesia tidak hanya menampilkan sebuah visi, keyakinan, cara pandang yang meta atau spiritual, tapi juga merupakan kesadaran kolektif masyarakat Nusantara sejak dahulu mengenai sikap dan cara menjalani hidup. Hal tersebut menjadi basis utama dalam rancangan logogram Pohon Hayat Nusantara dengan etos craftmenship bernuansa Indonesia sesuai dengan temuan dalam nilai 1 kecerdasan ekologis Nusantara.
Logogram ini memiliki aspek alam, yakni pohon/kayu, air, udara serta tanah yang terkandung dalam tiap intensi morfologinya. Dirancang secara vertikal berdiri tegak menyiratkan kekuatan untuk menjadi rumah baru bersama bagi Garuda Pancasila, peradaban baru, sejarah baru Indonesia yang merdeka hidup selama-lamanya.
Tersusun atas sekuensial kosmologi pohon hayat secara universal di seluruh penjuru kepulauan Indonesia, identitas ini dapat dibaca dari paling dasar: bagian bawah merupakan akar representasi 5 butir Pancasila, bagian tengah merupakan batang pohon represetasi jalinan alur maritim dari 7 kepulauan terbesar Indonesia: Papua, Kalimantan, Sumatera, Sulawesi, Jawa, Timor, Halmahera, Pulau Seram, Sumbawa, dan Flores serta 7 benua: Asia, Afrika, Amerika Utara, Amerika Selatan, Antartika, Eropa, dan Australia. Terakhir pada bagian atas merupakan mekar yang merepresentasikan kedigdayaan peradaban, simbol pengingat semangat Indonesia merdeka.
Struktur dari perancangan Logogram Pohon Hayat Nusantara yang diiterasi saat fase prototyping telah disempurnakan melalui penyesuaian keharmonisan teknikal grid serta eye correction untuk memaksimalkan komposisi yang nyaman tanpa mengurangi pemaknaannya.
Merespon dari potensi keberagaman aksara dan bahasa yang ada di Indonesia, serta temuan permasalahan dalam konteks bahasa, diakritik dan upaya untuk mengakomodirnya dalam fungsi tipografi hari ini, Logotype Nusantara berupaya menjawab dengan cara yang transformatif.
Bentuk yang ditranslasikan dari nilai yang membicarakan keseimbangan antara kekuatan feminim dan maskulin, rujukan studi morfologi khas aksara-aksara Indonesia telah dirancang sedemikian rupa agar mampu membawa gagasan mengenai pentingnya rekognisi akar budaya tradisi yang ada sebagai hal penting penentu masa depan Indonesia.
Semi Sans Humanist
Bagan di samping mengilustrasikan bagaimana proses gagasan Sutasoma sebagai typeface yang dirancang khusus untuk Nusantara. Jenis huruf Serif (karakter yang memiliki kaki) dan Sans (tidak memiliki kaki) dipadupadankan untuk menghasilkan sebuah typeface Semi-Sans Humanist, dimana keduanya dapat dimunculkan dengan harmonis dan berkarakter.
Warna memiliki peranan penting untuk memberi makna, nuansa juga rasa terhadap suatu rancangan. Dalam identitas IKN Nusantara ini, kami berupaya menggunakan etos serta pendekatan yang berefleksi pada nilai-nilai utama yang telah ditemukan sebelumnya. Palet serta kombinasi warna yang dirancang sedemikian rupa berusaha mencerminkan kekayaan ekologi, rasa berani dan ketangguhan daya kelana Nusantara tanpa menghilangkan rasa kebesaran budaya warna yang banyak ditemukan di Indonesia, serta nilai kekuatan yang dikandungnya.
Palet warna identitas IKN Nusantara dikurasi melalui proses korelasi pemaknaan psikologis asosiasi warna, penelusuran warna yang spesifik berdasarkan kondisi ekologis & geografis dan pertimbangan penggunaan warna spesifik terhadap dominan/primer, sekunder dan tersier/aksen dengan beragam pendekatan implementasi.
Catatan: Tampilan warna mungkin akan berubah terkait kalibrasi warna monitor/layar yang anda gunakan.
Kami percaya bahwa warna-warna yang dihasilkan alam adalah refleksi kodrati yang menjadikan alam memiliki identitasnya sendiri. Hutan, yang menyelimuti hampir 1/3 permukaan bumi pun memiliki identitasnya masing-masing berkat kondisi musim dan letaknya berdasarkan garis ekuator. Dengan komparasi ini, kita dapat meminjam warna yang paling tepat untuk merepresentasikan hutan Borneo, tempat IKN Nusantara berada yang merupakan hutan hujan tropis Indonesia (sekitar 20 and 31°C atau 68 and 88°F).
Simulasi palet warna IKN Nusantara terhadap keadaan color vision deficiency atau buta warna membantu kami untuk menentukkan warna yang paling universal yang dapat muncul di seluruh keadaan kondisi mata, sehingga warna Nusantara Terakota (Coklat) dan Nusantara Khatulistiwa (Biru) menjadi warna yang paling dominan diantara palet lain dalam penggunaan aplikasi desain.
Dalam pembagian 3 unsur sistem grafis ini, kami menggunakan etos yang serupa dalam bagaimana memandang kecerdasan alam Nusantara. Selaras dengan masyarakat Nusantara yang selalu terinspirasi dari alamnya, tiap-tiap bagian dari sistem grafis ini diambil dari bagian Logogram. Dari sana kami bagi menjadi 3 bagian yang berbeda dari elemen utama yang penting dalam logogram, yakni sistem akar yang mewakili bagian bawah, bagian batang dari bagian tengah, dan intan berlian sebagai stilasi dan pemaknaan kemerdekaan Indonesia dalam pohon hayat Nusantara.
Setelah mempelajari banyak studi kasus mengenai identitas visual kota, salah satu syarat sistem grafis yang baik adalah mengenai implementasinya yang dibuat semudah mungkin untuk digunakan oleh seluruh lapisan masyarakat. Elemen tarikan garis yang klasik-sederhana, sistem alur yang dapat dibaca sesuai garis dalam pada logogram yang elegan serta potongan siluet komposisi yang kuat, juga keserasiannya bersama warna, memberikan padu-padanan yang selaras, sehingga sistem mudah diimplementasikan oleh masyarakat.
Implementasi Sistem Grafis Batang Banyu
Implementasi Sistem Grafis Alur Akar
Implementasi Sistem Grafis Intan Berlian
Implementasi Stationary
Perlengkapan implementasi desain yang merangkul masyarakat bagi kota mendapat perhatian khusus seiring kebutuhannya untuk mengakomodir baik penghuni atau pendatang sehingga menjadi sebuah penanda yang beda tanpa mengurangi kesan dan kekuatan identitas.
Implementasi Grafis dalam Kota
Implementasi Digital, Transportasi & Lainnya
Ilustrasi penggunaan implementasi sub-brand IKN Nusantara: Kinnara Express (fasilitas transportasi publik).
"Kami berpikir bahwa musik di karya ini harus menjadi perwakilan dari energi, semangat, pemikiran, spiritual dan harapan bagi masyarakat Indonesia kepada bangsa ini sebagai tempat hidup yang menghidupi. Musik yang bisa mengembalikan optimisme untuk berjuang dan bekerja keras demi kemajuan negeri dan bisa menumbuhkan rasa bangga yang mengakar kuat mempertahankan nilai-nilai budaya Indonesia."
—Bottlesmoker/Narumi.
Bottlesmoker adalah duo musisi elektronik Indonesia yang berasal dari Bandung. Duo yang terdiri dari Anggung Suherman dan Ryan Adzani ini menciptakan lagu-lagu dengan memodifikasi sendiri instrumen musik mereka, konsep penciptaan musik yang sering dikenal dengan istilah circuit-bending.
Indonesia merupakan negara multikultural yang menganut primordialisme (Jakob Sumardjo, 2010). Dari sana kami mengikuti cara pandang sebagai masyarakat primordial dimana karya cipta termasuk musik merupakan hasil dari pemikiran dan penghayatan akan jiwa dan raga kita. Oleh karena itu, setiap karya cipta masyarakat primordial memiliki makna filosofi yang tinggi dan menjadikan musik sebagai media untuk berkomunikasi dengan sesama dan semesta, menjadikan musik sebagai media untuk bersyukur, memanjatkan doa, mengantarkan harapan, hingga belajar.
Proses pengkaryaan musik IKN Nusantara Pohon Hayat Nusantara mengadaptasi cara pandang tersebut, mengedepankan filosofis yang akhirnya estetika mengikuti setelahnya. Lagu yang diciptakan menjadi musik yang sakral karena dibentuk, disusun dan diaransemen dengan filosofi-filosofi Nusantara. Hal ini terbukti dari bagaimana kami memilih melodi repetitif untuk menciptakan energi transendental, memilih master pitch 342hz untuk merepresentasikan Earth Frequency, memilih tempo yang dinamis karena berbicara tentang keberagaman, memilih scale nada C untuk meciptakan efek psikologis yang optimis, hingga memilih ritme-ritme pentatonik untuk menciptakan aura meditatif.
Selain itu, pemilihan alat musik yang terbuat dari material alam juga memiliki makna filosofi yang sengaja kami ciptakan, seperti alat musik dari bambu, kayu, hingga kulit yang bisa merangsang chakra ataupun unsur logam dari gamelan yang bisa mengantarkan frekuensi positif secara vertikal ke atas langit.
CONTACT
PT POT Dharma Kultiva
Jl Pesantren № 39, Bandung—Indonesia
Get Direction Here
+62 811 224 4191
ahoy@potbrandinghouse.com
ECOSYSTEM
CONTACT
PT POT Dharma Kultiva
Jl Pesantren № 39, Bandung—Indonesia
Get Direction Here
+62 811 224 4191
ahoy@potbrandinghouse.com